Oleh : Ki Setyo
Badut Sinampurna adalah tradisi yang telah lama berkembang di Desa Ploso, Kecamatan Tegalombo, Kabupaten Pacitan Jawa Timur. Tepatnya, di sebelah timur ujung Kabupaten Pacitan, berdekatan dengan perbatasan Kabupaten Ponorogo. Badut Sinampurna belum banyak dikenal oleh masyarakat kabupaten Pacitan, bahkan di daerah kecamatan Tegalombo sendiri, kesenian ini belum begitu popular. Penulis melali penelitian ini menemukan manfaat bahwa keberadaan kesenian tersebut sangat strategis sebagai; (1) alat perekat sosial, (2) asset budaya yang bernilai ekonomis bagi masyarakat desa Ploso, (3) media penerangan pembangunan dan pencerahan keagamaan, dan (4) sebagai media penerangan pelestarian alam. Akan tetapi di lapangan ditemukan fakta bahwa kesenian ini perlu dipoles sedemikian rupa agar lebih menarik bagi wisatawan luar daerah dan luar negeri untuk berkunjung menyaksikannya.
Badut Sinampurna adalah tradisi yang telah lama berkembang di Desa Ploso, Kecamatan Tegalombo, Kabupaten Pacitan Jawa Timur. Tepatnya, di sebelah timur ujung Kabupaten Pacitan, berdekatan dengan perbatasan Kabupaten Ponorogo. Badut Sinampurna belum banyak dikenal oleh masyarakat kabupaten Pacitan, bahkan di daerah kecamatan Tegalombo sendiri, kesenian ini belum begitu popular. Penulis melali penelitian ini menemukan manfaat bahwa keberadaan kesenian tersebut sangat strategis sebagai; (1) alat perekat sosial, (2) asset budaya yang bernilai ekonomis bagi masyarakat desa Ploso, (3) media penerangan pembangunan dan pencerahan keagamaan, dan (4) sebagai media penerangan pelestarian alam. Akan tetapi di lapangan ditemukan fakta bahwa kesenian ini perlu dipoles sedemikian rupa agar lebih menarik bagi wisatawan luar daerah dan luar negeri untuk berkunjung menyaksikannya.
Dengan demikian, layaklah kiranya jika objek budaya ini dijadikan objek penelitian lanjutan, dengan maksud menggali lebih dalam nilai-nilai kemanusiaan Jawa Islam untuk kemudian diadakan pembinaan dan mengangkatnya sebagai asset lokal yang bernilai ekonomis.
Badut Sinampurna adalah tradisi yang telah lama berkembang di Desa Ploso, Kecamatan Tegalombo, Kabupaten Pacitan Jawa Timur. Tepatnya, di sebelah timur ujung Kabupaten Pacitan, berdekatan dengan perbatasan Kabupaten Ponorogo.
Penulis mengamati bahwa keberadaan kesenian tersebut sangat strategis sebagai; (1) alat perekat sosial, (2) asset budaya yang bernilai ekonomis bagi masyarakat desa Ploso, (3) media penerangan pembangunan dan pencerahan keagamaan, dan (4) sebagai media penerangan pelestarian alam. Dengan demikian, layaklah kiranya jika objek budaya ini dijadikan objek penelitian, dengan maksud menggali lebih dalam nilai-nilai kemanusiaan Jawa Islam untuk kemudian diadakan pembinaan dan mengangkatnya sebagai asset lokal yang bernilai ekonomis.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari informan, fungsi ruwat badut antara lain untuk; (1) kegiatan bersih desa untuk mendekatkan diri masyarakat dengan Tuhan Yang Maha Esa, (2) Untuk meningkatkan rasa hormat kepada Rasulullah dan mengindahkan tuntunannya, (3) meningkatkan kecintaan masyarakat kepada desanya, daerah, dan tanah air, (4) mempererat keguyuban (tali persaudaraan) antar warga desa, (5) untuk mematangkan diri dalam bercocok tanam dan usaha, (6) bagi Pamong Desa, kegiatan bersih desa dapat menjadi sarana untuk menilai tingkat kegairahan masyarakat dalam memelihara desanya, (7) meningkatkan kesadaran masyarakat desa untuk melestarikan lingkungan,dan (8) sarana transformasi budaya.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari informan, fungsi ruwat badut antara lain untuk; (1) kegiatan bersih desa untuk mendekatkan diri masyarakat dengan Tuhan Yang Maha Esa, (2) Untuk meningkatkan rasa hormat kepada Rasulullah dan mengindahkan tuntunannya, (3) meningkatkan kecintaan masyarakat kepada desanya, daerah, dan tanah air, (4) mempererat keguyuban (tali persaudaraan) antar warga desa, (5) untuk mematangkan diri dalam bercocok tanam dan usaha, (6) bagi Pamong Desa, kegiatan bersih desa dapat menjadi sarana untuk menilai tingkat kegairahan masyarakat dalam memelihara desanya, (7) meningkatkan kesadaran masyarakat desa untuk melestarikan lingkungan,dan (8) sarana transformasi budaya.
Ruwat Badut sekaligus untuk sarana sedekah. Hal ini diwujudkan oleh masyarakat Desa Ploso setelah acara ruwat Badut Sinampurna dilaksanakan. Mereka membagi-bagikan sesaji yang telah diberi mantra oleh Badut Sinampurna. Sesaji yang dibagikan kepada masyarakat itu berupa sego tumpeng, sego golong, dan ingkung. Mereka mendapatkan bagian yang sama, tanpa harus berebut seperti yang terjadi di daerah lain. Mereka tetap menjunjung tinggi norma dan etika agar terjadi kerukunan antar warga. Menurut Darusuprapta (1988:48) bersih desa kemungkinan besar masih berkaitan dengan tata cara memberikan makanan (pengorbanan) kepada roh leluhur sebagai cikal bakal yang menjaga desa majupat maju lima pancer. Arwah tersebut, memang pantas dimintai berkah agar membantu anak cucu. Roh leluhur itu dianggap menjadi penjaga (backing) sanjawining wangon dan salebeting wangon, artinya di luar pekarangan dan di dalam pekarangan. Hal ini berarti bahwa masyarakat Desa Ploso mencoba mengaitkan antara dunia (alam seisinya) dengan kosmologi Jawa.
Sebagai sarana penyambung tali silaturahim antarwarga masyarakat diwujudkan dalam bentuk mengundang seluruh warga sekitar agar ikut nyekseni/menyaksikan seorang yang menanggap ruwat tersebut. Dengan demikian maka setiap kali ruwat badut ini dilaksanakan, maka sanak saudara dan tetangga yang lain akan berduyun-duyun datang. Mereka ikhlas mengikuti ritual tersebut. Karena mereka yakin akan mendapatkan berkah dari kegiatan itu. Dengan demikian keterlibatan masyarakat secara khidmat dalam setiap pelaksanaan ritual ini, maka semakin menambah eratnya kerukunan antarmasyarakat di Desa Ploso. Dengan kata lain, masyarakat selalu menyepakati secara aklamasi ketika dilakukan rencana bersih desa. Hal ini selalu di dorong oleh asumsi bahwa dengan cara gotong royong menjalankan bersih desa kelak akan mendapatkan keselamatan hidup. Kondisi ini meneguhkan kembali bahwa inti dari religi adalah kepercayaan dalam hal-hal spiritual. Penjelasan ini, mengisyaratkan bahwa nilai-nilai spiritual jauh lebih penting dibanding nilai materi dalam bersih desa. Nilai-nilai spiritual tersebut menjadi penggerak batin warga masyarakat untuk selalu mengadakan aktivitas bersih desa secara gotong-royong dalam satu ikatan batin, silaturahim.
Ruwat Badut Sinampurna hakikatnya adalah sebagai sarana permohonan doa warga Desa Ploso agar terhindar dari gangguan kekuatan gaib diwujudkan dalam bentuk doa simbolik berupa sesaji. Sesaji merupakan bahasa halus, santun, yang dilakukan oleh pelaku ritual, sebagai manifestasi atau perwujudan permohonan manusia yang telah dipakemkan sesuai dengan konsepsi Jawa yang andap asor. Rendah hati, hati-hati, takut, dan penuh dengan ketulusan. Sesaji adalah ungkapan hati melalui lambang-lambang. Inti dari aktivitas bersih desa adalah pemujaan. Doa-doa terkandung dalam pemujaan, baik yang diwujudkan dalam bentuk mantra maupun seni pertunjukan. Dalam ritual doa ini, masyarakat Desa Ploso menjadikan bersih desa sebagai tradisi yang sakral. Tradisi ini mempunyai sasaran pada caos pisungsung, artinya pemberian pengorbanan kepada Nabi, ulama dan leluhur. Hubungan antara masyarakat desa dengan leluhur tampak dekat, yakni melalui batin. Kontak batin, akan terjadi pada saat bersih desa dilaksanakan tahap demi tahap. Tradisi demikian dilandasi oleh aktivitas moral yang tinggi yang disebut budi luhur.
Kontrol sosial diwujudkan dalam bentuk ketaatan masyarakat untuk mematuhi syarat-syarat sebelum dan sesudah ritual Badut Sinampurna dilaksankan. Mereka mematuhi adat-istiadat agar tidak terkena kutukan dari kekuatan gaib. Mereka mentaati semua prosesi ruwat dengan khidmat, tertib, dengan membawa sesaji yang telah ditentukan oleh Badut Sinampurna. Tradisi tersebut, pada umumya menjadi “hajatan besar” desa setempat. Hajatan dilakukan secara kolektif, dengan biaya ditanggung bersama. Kegiatan dilakukan oleh seluruh warga desa, tua-muda, pria-wanita, bersama pamong dan sesepuh desa, petinggi dan pemangku adat setempat, bahkan sering terjadi warga tetangga desa ikut serta meramaikannya. Kegiatan bersih desa pada dasarnya untuk membuat desanya menjadi bersih, tertib, teratur dan terawat baik, sehingga dapat “ikut menjaga” ketahanan desa, agar menjadi lebih maju dan lestari.
Ruwat Badut Sinampurna tidak terlepas dari keyakinan masyarakat Desa Ploso terhadap keberadaan makhluk halus penjaga dan pengganggu kehidupan manusia. Oleh karena itu mereka harus memperlakukan makhluk-makhluk gaib itu dengan kehati-hatian dan kewaspadaan tinggi. Kehati-hatian itu diwujudkan dalam hal kirim sesaji. Sedangkan kewaspadaan itu diwujudkan dalam bentuk doa kepada Tuhan agar diberi kekuatan untuk melindungi diri dan desanya dari gangguan makhluk gaib tersebut.
Tahap-tahap prosesi ritual bersih desa berkaitan dengan simbol dan proses sosial. Simbol dan proses sosial membentuk sebuah sistem budaya yang rapi. Hal ini memang diakui oleh Geertz ( 2003) bahwa kajian antropologi religi dapat dari dua aspek, yaitu (a) analisis sistem makna yang diejawantahkan lewat simbolisme, (b) menghubungkan sistem itu dengan proses sosio-kultural dan psikologis. Aspek pertama, memberikan pemahaman terhadap kajian simbol sesaji, pertunjukan, peralatan, dan seterusnya dalam bersih desa. Simbol ini dikaitkan dengan makna dan fungsi bersih desa dalam struktur sosial masyarakat.
Dari teori tersebut kemudian melahirkan sikap menerima, sabar dan legowo tanpa harus berebut makanan seperti yang terjadi di daerah lain. Mereka tetap menjunjung tinggi norma dan etika agar terjadi kerukunan antar warga. Menurut Darusuprapta (1988:48) bersih desa kemungkinan besar masih berkaitan dengan tata cara memberikan makanan (pengorbanan) kepada roh leluhur sebagai cikal bakal yang menjaga desa majupat maju lima pancer.
Arwah tersebut, memang pantas dimintai berkah agar membantu anak cucu. Roh leluhur itu dianggap menjadi penjaga (backing) sanjawining wangon dan salebeting wangon, artinya di luar pekarangan dan di dalam pekarangan. Hal ini berarti bahwa masyarakat Desa Ploso mencoba mengaitkan antara dunia (alam seisinya) dengan kosmologi Islam Jawa.
Berdasarkan temuan penelitian di atas, menunjukkan bahwa ritual bersih desa di Desa Ploso dapat meningkatkan persatuan antarwarga agar menjadi lebih baik dalam membangun desa dan mempertahakan kemakmuran alam sekitarnya. Oleh karena itu, agar keberadaan Badut Sinampurna semakin menarik, perlulah kiranya dibangun suatu komunikasi antara pemerintah desa dan pemerintah daerah, agar kesenian ini bisa dijadikan percontohan desa lain dalam membina masyarakat menuju keseimbangan alam yang damai dan lestari.
Dengan demikian nilai kearifan lokal Badut Sinampurna adalah sebagai sarana penyambung tali silaturahim antarwarga masyarakat diwujudkan dalam bentuk mengundang seluruh warga sekitar agar ikut nyekseni/menyaksikan seorang yang menanggap ruwat tersebut. Dengan demikian maka setiap kali ruwat badut ini dilaksanakan, maka sanak saudara dan tetangga yang lain akan berduyun-duyun datang. Mereka ikhlas mengikuti ritual tersebut. Karena mereka yakin akan mendapatkan berkah dari kegiatan itu. Dengan demikian keterlibatan masyarakat secara khidmat dalam setiap pelaksanaan ritual ini, maka semakin menambah eratnya kerukunan antarmasyarakat di Desa Ploso.
Dengan kata lain, masyarakat selalu menyepakati secara aklamasi ketika dilakukan rencana bersih desa. Hal ini selalu di dorong oleh asumsi bahwa dengan cara gotong royong menjalankan bersih desa kelak akan mendapatkan keselamatan hidup. Kondisi ini meneguhkan kembali bahwa inti dari religi adalah kepercayaan dalam hal-hal spiritual. Penjelasan ini, mengisyaratkan bahwa nilai-nilai spiritual jauh lebih penting dibanding nilai materi dalam bersih desa. Nilai-nilai spiritual tersebut menjadi penggerak batin warga masyarakat untuk selalu mengadakan aktivitas bersih desa secara gotong-royong dalam satu ikatan batin, silaturahim.
Ruwat Badut sebagai sarana kontrol sosial diwujudkan dalam bentuk ketaatan masyarakat untuk mematuhi syarat-syarat sebelum dan sesudah ritual Badut Sinampurna dilaksankan. Mereka mematuhi adat-istiadat agar tidak terkena kutukan dari kekuatan gaib. Mereka mentaati semua prosesi ruwat dengan khidmat, tertib, dengan membawa sesaji yang telah ditentukan oleh Badut Sinampurna.
Ruwat Badut Sinampurna sebagai ungkapan syukur , dalam ritual Badut Sinampurna diwujudkan dalam bentuk doa bersama. Mereka mendapatkan doa dari Sang Badut yang berisi permohonan agar diberi keselamatan hidupnya, baik di dunia maupun di alam akhirat nanti. Acara itu kemudian menimbulkan kebiasaan desa setempat untuk bersam-sama menyatakan syukur dan terima kasih dengan menyelenggarakan kegiatan bersih desa. (sumber : netonlinenews.com)